Ada Masalah dengan Sistem Pengembangan Bulu Tangkis Indonesia, dari Pemalsuan Umur hingga Program Latihan yang Salah

Rais Adnan

Editor:

  • Indonesia belum menghasilkan lagi tunggal putra dan putri peringkat satu dunia lebih dari belasan tahun.
  • Menurut Roy Karamoy yang merupakan salah satu pendiri Royce Badminton Academy, ada yang salah dalam proses pengembangan atlet bulu tangkis di Indonesia.
  • Ia pun memberikan solusi untuk memperbaiki sistem pengembangan bulu tangkis Indonesia. 

SKOR.id – Indonesia sudah lama menjadi salah satu kekuatan utama serta dikenal sebagai negara yang konsisten menghasilkan atlet juara dunia dan peraih medali emas olimpiade dalam olahraga bulu tangkis.

Nama-nama seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Joko Suprianto, Hariyanto Arbi, Susy Susanti, dan Taufik Hidayat, benar-benar mendominasi dunia kompetisi bulu tangkis internasional, di mana penghargaan untuk mereka digantung dengan bangga di aula ketenaran bulu tangkis.

Namun sekarang sudah lebih dari belasan tahun kejayaan posisi atlet tunggal Indonesia memudar dan negara ini belum menghasilkan pemain tunggal putri peringkat satu kelas dunia sejak tahun 1990-an ataupun pemain tunggal putra peringkat satu dunia sejak pertengahan tahun 2000-an.

Mengingat kedudukan Indonesia sebagai pemimpin dalam olahraga ini sudah begitu lama, menurut Roy Karamoy yang merupakan pelatih dan salah satu pendiri dari Royce Badminton Academy, turunnya peringkat ini tidak boleh diterima. 

Roy mengatakan dia tahu apa yang salah, bagaimana dan kenapa ini terjadi, tetapi yang lebih penting lagi, bagaimana memperbaikinya.

“Jumlah pemain klub bulu tangkis di Indonesia ada ratusan ribu, klub bulu tangkis ribuan, memiliki penggemar yang dianggap paling bangga dan antusias di seluruh dunia, menyelenggarakan ratusan turnamen bulu tangkis lokal, serta tawaran hadiah tunai yang tinggi pada turnamen-turnamen bergengsi BWF di Indonesia," ujar Roy.

"Namun, tetap saja pada saat ini kita tidak bisa menghasilkan atlet bulu tangkis juara dunia secara konsisten. Ini suatu kenyataan yang menyedihkan dan harus diperbaiki. Setiap klub bulu tangkis, pelatih, dan petugas yang berkecimpung di dunia olahraga bulu tangkis ini seharusnya tersentak, tercengang, dan tergerak untuk menemukan solusi jangka panjang yang benar dan efektif," Roy menuturkan dengan penuh semangat.

Menurut Roy, ada empat faktor utama yang menyebabkan keadaan aib ini terjadi pada bulu tangkis Indonesia.

Pertama, karena kurang sadar dengan pengetahuan proses pengembangan atlet yang benar dan efektif. Kedua, kebiasaan manipulasi umur, kemudian pemberlakuan sistem insentif yang kontraproduktif bagi para atlet muda, dan keempat sistem pelatihan yang terbalik dan tanpa fundamental fisik yang kuat dan benar.

Pengembangan Atlet Yang Tidak Benar

Sistem pengembangan hingga sistem pelatihan yang kontra-produktif lahir karena kurang sadar dengan pengetahuan proses pembinaan atlet yang benar dan efektif.

Ini terjadi hampir di semua klub badminton di Indonesia. Sistem pengembangan saat ini menghargai citra sukses instan karena merupakan sumber penghasilan bagi klub dan pelatih yang berhasil memproduksi juara-juara kecil sebagai komoditas.

Sistem pembinaan atlet sejak usia dini bertujuan untuk kejar poin dan menghasilkan juara instan. Proses pembinaan yang mudah dicapai, tanpa proses panjang & pemikiran yang komprehensif. Sementara, sistem pelatihan atlet tanpa fundamental kuat dan memiliki arahan yang salah. Dan, sistem pertandingan yang memberikan insentif untuk curi umur.

Cara mudah berhasil di usia-usia awal adalah dengan memudakan usia atlet. Kejayaan atlet Indonesia hanya menjadi jago kandang dan bertahan sampai kelas Taruna saja.

Semua ini terjadi karena ketidaktahuan masyarakat badminton terhadap proses pengembangan atlet yang benar. Sebagian besar visi yang dimiliki tidak berjangka panjang dan terlalu membela kepentingan klub, bukan ke atletnya.

Pemalsuan Usia

Roy berpendapat, bahwa praktik pemalsuan usia atlet marak terjadi di Indonesia. Ia menduga lebih dari 80% atlet dari klub bulu tangkis di Indonesia memiliki identitas usia yang palsu.

"Manipulasi usia pemain dapat bervariasi dengan mengambil selisih pengurangan dua hingga delapan tahun. Artinya, banyak atlet muda yang sebenarnya berusia 14 tahun, namun mengaku dirinya hanya 10 tahun dengan menggunakan identitas pendukung yang palsu," ucap Roy.

Akibat buruk dari pemalsuan ini adalah, meskipun atlet yang lebih tua memiliki keuntungan fisik dan mental yang lebih saat bersaing melawan pemain yang lebih muda, tanpa disadari mereka menjadi berada di posisi yang semakin dirugikan seiring dengan bertambahnya usia mereka.

Para orang tua dan atlet perlu menyadari bahwa meskipun tindakan mencuri umur ini bisa mendapatkan kemenangan pada tingkat kejuaraan junior, kemenangan ini bersifat sementara dan membunuh kemungkinan untuk maju lebih lanjut dalam tahap karier berikutnya.

Karena walaupun pada saat tersebut mereka setara dengan pesaingnya, umur mereka yang palsu ini telah menutupi kesadaran bahwa mereka telah melewati usia puncak kehebatan dan kemampuan dia sebagai atlet.

Konsekuensi jangka panjang semua ini bagi bulutangkis Indonesia adalah olahraga ini akan memiliki populasi atlet yang semakin lemah dengan umur yang semakin lebih pendek dalam ajang kompetisi internasional.

Ketika atlet yang maju dengan usia palsunya ini mencapai usia emas 20 hingga 25 tahun, usia biologis mereka sebenarnya jauh lebih tua yaitu 28 hingga 33 tahun.

Ini berarti, para atlet Indonesia yang lebih tua dengan usia 30-an itu kini bersaing dengan atlet internasional yang jauh lebih muda, bugar dan benar-benar dalam usia emas mereka.

Inilah mengapa kita sering menyaksikan pemain Indonesia kehilangan tenaga pada pertandingan dan tidak memiliki stamina untuk mengalahkan lawan atlet internasional yang berkelas dunia. Dan karena sebagian besar juara bulu tangkis profesional mulai pensiun pada usia awal 30-an, maka seringkali atlet Indonesia terlihat pensiun pada pertandingan internasional saat usia pertengahan hingga akhir 20-an yang palsu ini.

Insentif Yang Salah

Ada dua faktor utama yang mendorong seorang atlet untuk memalsukan usianya. Pertama, penerapan sistem poin untuk atlet bulu tangkis. Saat ini, atlet muda didorong untuk sukses melalui sistem peringkat yang menggunakan sistem poin.

Semakin banyak poin yang didapat berarti semakin banyak kesempatan untuk masuk ke program pelatihan nasional (Pelatnas) dan diseleksi masuk tim nasional.

Hal ini memberikan tekanan yang luar biasa pada atlet, pelatih, klub, dan orang tua untuk mengebut memenangkan turnamen dan meraih poin sebanyak mungkin.

Jalan pintas untuk mencapai ini adalah dengan pemalsuan usia sehingga berbekal pengetahuan, pengalaman, dan tenaga yang lebih kuat pada saat itu, mereka dapat bersaing dengan atlet yang berada dalam kelompok usia yang lebih muda, dengan latar belakang yang masih lemah dan belum berkembang.

Kedua, adalah kondisi di mana begitu seorang atlet mulai memenangkan turnamen dan mengumpulkan poin, mereka menjadi target rekrutmen yang menarik bagi klub-klub bulu tangkis. Klub seperti ini sering membajak dan memperdagangkan para atlet berbakat ini dengan harga yang menarik bagi orang tua mereka.

Pada keadaan seperti ini, baik secara sadar atau tidak, klub-klub dan para orang tua atlet muda ini telah mengubah status olahragawan ini menjadi sekadar sebuah barang komoditas saja. Fokus jangka panjang untuk menjadi juara dunia sudah bukan menjadi yang utama.

Sistem ini kontraproduktif bagi perkembangan bulu tangkis remaja dan destruktif bagi perkembangan bulu tangkis Indonesia pada umumnya.

Para atlet muda bulu tangkis di Indonesia seharusnya dinilai dari tingkat fitness mereka dan keterampilan dasar seperti footwork dan movement, bukan dari berapa banyak poin yang telah mereka kumpulkan.

Piramida Terbalik

“Para pelatih dan klub-klub pada tingkat lokal dan nasional pada saat ini menerapkan dasar fondasi program pelatihan yang salah, jadi seperti piramida terbalik”, kata Roy.

Lebih lanjut ia menjelaskan, anak-anak dilatih tentang teknik dan strategi terlalu dini. Contohnya, mereka dididik untuk mengalahkan lawan dengan cara memukul yang menggunakan pukulan lob dan dropshot yang sesungguhnya tidak dapat dijangkau oleh pemain muda yang masih pendek tingginya maupun langkahnya.

Mereka juga diajarkan untuk meneriaki lawan mereka agar dapat mengintimidasi lawannya secara mental, serta sering dilatih untuk mengganggu aliran permainan lawan dengan meminta wasit untuk mengganti bola shuttlecock pada waktu yang tidak wajar atau dengan sengaja jatuh membentangkan diri di lantai untuk mengulurkan waktu karena lantai perlu dipel untuk dikeringkan.

"Ini bukan suatu keterampilan yang harus dimiliki atau dikuasai oleh anak yang berusia 9 hingga 14 tahun. Ini bukan dasar-dasar utama yang harus dipelajari pada dasar piramida program pelatihan atau yang patut dijadikan bekal oleh seorang atlet muda yang ingin mencapai predikat profesional apalagi internasional," Roy menegaskan.

Kurangnya bentuk pelatihan fundamental yang tepat pada tahap awal perkembangan seorang atlet muda, tentu memiliki konsekuensi yang buruk. Atlet yang tercipta adalah individu-individu dengan kebugaran fisik yang lemah dan tidak memiliki ketahanan stamina.

Saat ini menjadi rahasia umum para pemain bulu tangkis dari negara lain bahwa cara termudah untuk mengalahkan pemain Indonesia adalah dengan menantang ketahanan fisik mereka. Mereka tahu bahwa atlet dari Indonesia rata-rata kurang fit dan kuat untuk bersaing di pentas dunia.

Ada konsekuensi lain yang sangat genting, yaitu tingginya angka cedera dan kemunduran yang dialami oleh para pemain di Pelatnas.

"terlalu banyak 'juara junior' yang mengikuti program pelatihan nasional tidak mampu memenuhi tuntutan fisik yang dibutuhkan untuk suatu pertandingan tingkat internasional. Hal ini karena pada dasarnya banyak dari mereka secara fisik tidak fit," ucap Roy.

"Mereka mungkin atlet juara junior, tapi mereka juara yang lemah. Pelatnas bukanlah tempat untuk melatih dan meningkatkan fitness para atlet. Namun pada saat hal ini disadari, kondisinya sudah terlambat dapat memperbaiki tingkat ketahanan dan ketangkasan atlet tersebut."

"Pelatnas seharusnya menjadi tempat bagi seorang atlet untuk menyempurnakan kekuatan dan kecepatan fisiknya, mempertajam strategi permainan, dan meningkatkan intuisi mereka," Roy menjelaskan.

Royce Badminton Academy & Sistem Pelatihan 5 Pilar

Atas dasar kepedulian dan keprihatinan yang timbul karena kondisi bulu tangkis Indonesia yang terpuruk saat ini, Roy Karamoy dan Harry Tumengkol telah mendirikan Royce Badminton Academy.

“Kami berniat untuk memberikan solusi dan ingin membuktikan bahwa Indonesia dapat kembali berjaya sebagai kekuatan bulu tangkis sejati yang menghasilkan atlet juara dunia secara konsisten, melalui sistem pelatihan jangka panjang yang didasarkan program pembentukan fundamental yang kuat dengan cara yang yang benar, sistematis, dan efektif,” kata Roy.

Untuk mewujudkan visi ini, Royce Badminton telah mengembangkan modul pelatihan bulu tangkis dengan prinsip lima pilar fundamental yang terpusat pada penguatan fisik, pelatihan teknis, kemudian didukung dengan taktik dan strategi yang tepat, serta pelatihan untuk kesiapan mental, dan gaya hidup yang seimbang.

Semua diawali dengan perhatian yang dipusatkan untuk penguatan fundamental bagi para atlet muda melalui kebugaran fisik, yang memerlukan pembentukan tubuh, kekuatan, daya tahan, fleksibilitas, dan peningkatan keterampilan kecepatan.

Pembentukan tubuh diawali dengan pemilihan atlet yang harus berdasarkan usia murni, bentuk postur tubuh dan komposisi tubuh yang proporsional untuk kebutuhan olahraga bulu tangkis. Roy menegaskan bahwa atlet dengan usia palsu tidak akan ditoleransi.

Integritas usia atlet perlu dijaga, agar sistem pelatihan ini dapat berhasil dan mengembalikan keutuhan nama baik negara serta olahraga bulu tangkis di Indonesia.

Pada pilar kebugaran jasmani, struktur pelatihan melibatkan program yang diperuntukkan membangun kekuatan dan mengembangkan otot-otot utama, namun menjaganya agar tetap lentur.

Sementara itu, latihan daya tahan menekankan latihan kardio, lebih banyak latihan untuk daya tahan otot, dan kemampuan untuk melakukan 12 reli kecepatan tinggi x 48 straight points, untuk setiap latihan permainan.

Pada pelatihan fleksibilitas, atlet dilatih untuk lincah, terkoordinasi, memiliki kecepatan, dan keseimbangan yang dinamis. Di mana untuk latihan kecepatan, atlet dilatih bagaimana melakukan pendekatan, pemulihan, dan lebih banyak lagi fleksibilitas.

Pada pilar untuk pelatihan teknis, salah satu aspek yang paling mengesankan adalah bahwa setiap atlet dituntut untuk mengetahui dan menguasai lebih dari 300 gerakan kaki yang beragam dan akurat.

Mengetahui gerakan kaki dan badan yang tepat sangat penting bagi seorang atlet dalam memenuhi tuntutan terhadapnya untuk menang pada olahraga ini melalui efektivitas dalam mengelola ketahanan, kecepatan, dan fleksibilitas dirinya.

Modul lima pilar ini juga mencakup bimbingan dan pembinaan di luar Royce Badminton seperti dukungan orang tua, keseimbangan gaya hidup, pengelolaan nutrisi dan pencegahan serta pengelolaan cedera.

Sebagian besar klub bulu tangkis dan program pelatihan tidak menawarkan bimbingan untuk hal-hal di luar kehidupan latihan bulu tangkis, seperti gaya hidup, yang membuat Royce Badminton memiliki nilai tambah yang unik.

Royce Badminton memiliki situs web di roycebadminton.com. Salah satu elemen utama Royce Badminton dalam memberikan kontribusinya pada olahraga bulu tangkis Indonesia adalah rencana untuk mempublikasikan video pelatihan pada YouTube agar dapat dilihat oleh masyarakat umum. Saat ini Royce Badminton bekerja sama dengan Skor.id untuk memproduksi beberapa video pelatihan ini.

Baca Juga Berita Bulu Tangkis Lainnya:

Indonesia Mengkhawatirkan Jelang Thomas Cup, Tunggal Putra dan Ganda Putra Flop di Sudirman Cup

3 Cerita di Balik Kekalahan Indonesia dari Malaysia pada Sudirman Cup 2021

 

RELATED STORIES

Intip Lawan Indonesia di Grup A Uber Cup 2020: Jepang Terkuat, Prancis dan Jerman Berbahaya

Intip Lawan Indonesia di Grup A Uber Cup 2020: Jepang Terkuat, Prancis dan Jerman Berbahaya

Indonesia bakal bersaing dalam Grup A Uber Cup 2020 dengan Jepang, Prancis, dan Jerman.

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Cover Timnas U-17 Putri Indonesia.

Timnas Indonesia

Timnas Putri U-17 Indonesia Harus Lebih Sering Komunikasi di Lapangan

Dua pekan melakoni pemusatan latihan di Bali, Timnas Putri U-17 Indonesia masih banyak pekerjaan rumah.

Teguh Kurniawan | 28 Apr, 21:43

Frank Skinner dan David Baddiel bekerja sama dengan Ian Broudie dari Lightning Seed memproduseri lagu Three Lions yang menjadi hits pada Euro 1996. (Hendy AS/Skor.id)

Culture

Penyanyi Three Lions Serukan Lagu Baru untuk Inggris di Euro 2024

Lagu Timnas Sepak Bola Inggris yang paling ikonik Three Lions telah bertahan selama hampir 30 tahun.

Tri Cahyo Nugroho | 28 Apr, 20:47

Pegulat bintang WWE Cody Rhodes siap berkarier di Hollywood. (Hendy AS/Skor.id)

Culture

Bintang WWE Cody Rhodes Melangkah ke Hollywood

Pegulat WWE Cody Rhodes bakal membintangi Naked Gun bersama Pamela Anderson dan Liam Neeson.

Tri Cahyo Nugroho | 28 Apr, 20:40

Nike Zoom GT Cut “Cool Grey” melanjutkan kesuksesan produk “Greater Than” (GT). (Hendy AS/Skor.id)

Culture

Nike Zoom GT Cut 3 Kembali ke Nuansa Klasik ‘Cool Grey’

Di Indonesia, Nike Zoom GT Cut 3 “Cool Grey” dibanderol Rp3 jutaan.

Tri Cahyo Nugroho | 28 Apr, 20:31

ragnar oratmangoen - fortuna sittard

National

Hanya Main 11 Menit, Ragnar Oratmangoen Telan Kekalahan bersama Fortuna Sittard

Ragnar Oratmangoen kembali menjadi pengganti saat Fortuna Sittard kalah di pekan ke-31 Eredivisie 2023-2024, Minggu (28/4/2024).

Teguh Kurniawan | 28 Apr, 19:05

Liga Inggris 2023-2024 dimulai sejak 11 Agustus 2023 lalu. (Zulhar Kurniawan/Skor.id).

Liga Inggris

Liga Inggris 2023-2024: Jadwal, Hasil, Klasemen, dan Profil Klub Lengkap

Berikut ini klasemen Liga Inggris 2023-2024, jadwal dan hasil per pekan serta profil klub lengkap.

Irfan Sudrajat | 28 Apr, 17:51

Liga TopSkor

Liga TopSkor U-16 2024: Tanpa Striker Murni FIFA Farmel Tumbangkan Diklat ISA

FIFA Farmel berhasil meraih poin penuh usai mengalahkan Diklat ISA pada lanjutan laga grup Top Liga TopSkor U-16 2024.

Nizar Galang | 28 Apr, 17:21

Putaran nasional Liga 3 atau Liga 3 Nasional. (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id)

National

Rekrut 7 Pemain Anyar, Persikota Bidik Gelar Juara Liga 3 Nasional 2023-2024

Persikota Tangerang akan melakoni laga pembuka melawan Persab Brebes pada Senin (29/4/2024) siang di Stadion Benteng Reborn.

Teguh Kurniawan | 28 Apr, 16:11

Partisipasi Mazda Indonesia dalam Women Half Marathon 2024 di Jakarta (Hendy Andika/Skor.id).

Other Sports

Mazda Jadi Mobil Operasional Ajang Women Half Marathon 2024

Menurut Pramita, peran perempuan tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan dan keunikan Mazda.

Kunta Bayu Waskita | 28 Apr, 15:19

Pelatih Timnas U-23 Uzbekistan (Uzbekistan U-23), Timur Kapadze. (Jovi Arnanda/Skor.id)

Timnas Indonesia

Pelatih Uzbekistan U-23 Tak Gentar dengan Suporter Indonesia

Timur Kapadze menegaskan kesiapan timnya untuk menghadapi Timnas U-23 Indonesia pada semifinal Piala Asia U-23 2024.

Rais Adnan | 28 Apr, 15:16

Load More Articles