SKOR.id - Kekalahan Timnas Indonesia dari Timnas Irak dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 menyisakan polemik besar.
Bukan sekadar soal skor akhir, laga di King Abdullah Sports City pada Sabtu (11/10) disebut menjadi bukti kelamnya praktik kotor dalam sepakbola Asia.
Pengamat sepakbola senior, Fritzs Simandjuntak, menilai Asian Football Confederation (AFC) telah berubah dari federasi sepak bola menjadi “sarang mafia”.
Menurutnya, pertandingan Indonesia vs Irak memperlihatkan bagaimana wasit tak lagi netral, melainkan sekadar alat dari kekuatan politik dan finansial di Timur Tengah.
“Sudah saatnya kita buka mata. AFC bukan lagi federasi, tapi sarang mafia sepak bola. Wasit-wasitnya bukan pengadil, tapi operator pesanan dari kekuasaan Timur Tengah,” tegas Fritzs dalam pernyataannya di Jakarta, Minggu (12/10/2025).
Sorotan tajamnya tertuju pada wasit asal Cina, Ma Ning, yang memimpin jalannya laga. Fritzs menilai keputusan-keputusan sang pengadil penuh kejanggalan dan merugikan Timnas Indonesia.
Salah satu momen krusial terjadi di masa injury time, ketika pemain Irak, Zaid Tahseen, menyikut Kevin Diks di kotak penalti.
Meski Tahseen diganjar kartu merah, Ma Ning tidak memberikan penalti. Sebaliknya, ia justru menyalahkan Diks karena dianggap memancing emosi lawan.
Sebelumnya, Tahseen juga hanya mendapat kartu kuning meski melanggar Ole Romeny sebagai pemain terakhir — pelanggaran yang secara aturan seharusnya berbuah kartu merah.
Lebih aneh lagi, sistem VAR tidak pernah digunakan sepanjang pertandingan meski banyak insiden kontroversial. “Dalam laga dengan tensi tinggi, VAR seharusnya aktif. Ini bukan kelalaian, ini sabotase,” ujar Fritzs.
Fritzs juga mengungkap dugaan adanya “kompensasi khusus” untuk Ma Ning. Ia mengaitkan rekam jejak sang wasit di Piala Asia 2023, di mana Ma Ning memberikan tiga penalti untuk Timnas Qatar dalam final melawan Timnas Yordania.
“Itu bukan kebetulan, itu pola. Wasit bisa diarahkan,” ujarnya.
Lebih jauh, Fritzs menuding AFC telah menjadi alat kekuasaan Timur Tengah. “Wasit bisa disuap, diarahkan, dan dikendalikan. Ini bukan sekadar merusak pertandingan, tapi menghancurkan masa depan sepakbola Asia. Kita akan semakin tertinggal dari Eropa, Amerika Latin, bahkan Afrika,” tegasnya.