SKOR.id - Petenis asal Polandia, Iga Swiatek, akhirnya bisa mewujudkan impiannya untuk menjuarai turnamen Grand Slam Wimbledon 2025.
Dia menjadi juara usai menaklukkan Amanda Anisimova (Amerika Serikat) yang gagal tampil maksimal di final, Sabtu (12/7/2025), akibat diliputi ketegangan. Iga Swiatek tak memberi ampun. Kemenangan brutal 6-0, 6-0 yang diraihnya menjadi skor final Grand Slam pertama dengan double bagel di Wimbledon dalam 114 tahun terakhir.
Swiatek, 24 tahun, menjadi petenis Polandia pertama – pria maupun wanita – yang memenangkan Wimbledon. Kemenangan ini juga menjadi gelar Grand Slam keseratusnya, dan yang pertama di permukaan rumput, sekaligus menegaskan kembalinya Swiatek ke performa puncak — di permukaan yang selama ini dianggap paling asing baginya.
Ia kini tercatat sebagai wanita pertama sejak Monica Seles (1992) yang memenangi enam final Grand Slam pertamanya, dan satu-satunya pemain aktif yang meraih gelar mayor di semua permukaan: keras, tanah liat, dan rumput.
“Rasanya benar-benar tidak nyata,” kata Swiatek, usai partai final dikutip laman resmi turnamen Wimbledon.
“Sejujurnya, saya bahkan tidak pernah bermimpi tentang momen ini karena terasa terlalu jauh. Tim saya lebih percaya pada saya dibanding saya sendiri. Tidak ada turnamen seperti Wimbledon. Dulu saya selalu merasa cemas di sini. Bertanding di Centre Court terasa seperti tekanan yang luar biasa. Tapi tahun ini saya belajar untuk merasa nyaman,” ujarnya.
Meskipun pertandingan final tidak berjalan seimbang, perjalanan Anisimova tetap layak mendapat sorotan. Petenis Amerika itu sempat tenggelam dari dunia tenis, bahkan tahun lalu gagal menembus babak utama Wimbledon karena tersingkir di babak kualifikasi. Setelah vakum tujuh bulan dan turun ke peringkat 442 dunia, kini ia mencatat sejarah sebagai pemain pertama yang mampu lolos ke final Wimbledon hanya setahun setelah gagal dari kualifikasi.
Sayangnya, di final ini, rasa gugup menguasai permainannya. Semua semangat dan ketangguhan yang ia tunjukkan saat mengalahkan unggulan pertama Aryna Sabalenka di semifinal hilang, tergantikan oleh serangkaian kesalahan akibat tekanan mental.
“Saya tahu hari ini saya belum cukup baik, tapi saya akan terus bekerja keras,” kata Anisimova dengan berlinang air mata.
“Saya akan selalu percaya pada diri sendiri dan berharap bisa kembali ke sini suatu hari nanti,” tegasnya.
Bagi Swiatek, kemenangan ini tak hanya soal piala, tapi juga simbol dari penaklukan pribadi atas rasa ragu dan tekanan. Ia tampak bukan sekadar lega, melainkan benar-benar tak percaya. Mungkin karena itulah ia tampil lepas, tidak terbebani ekspektasi, dan justru menemukan jalur menuju kemenangan.
Menariknya, keberhasilan Swiatek di Wimbledon ini turut dipengaruhi oleh penurunan performanya pasca gelar Roland-Garros tahun lalu. Karena tak mencapai final hingga bulan lalu, ia punya waktu lebih awal untuk beradaptasi di rumput. Hasilnya terlihat saat menjadi runner-up di Bad Homburg.
Jika dulu ia terlihat kikuk di rumput – seperti kucing yang ragu melangkah di atas salju – kini Swiatek tampil dominan di taman ala Inggris, bahkan seolah berguling santai di antara bunga-bunga ungu dan hijau, merayakan kemenangannya bersama trofi Venus Rosewater Dish.