Skor 5: Para Legenda yang ''Salah Pindah Tim'' dalam Sejarah Formula 1

Aditya Fahmi Nurwahid

Editor:

  • Kepindahan pembalap Formula 1 dari satu tim ke tim lain memang menjadi kabar besar.
  • Beberapa keputusan untuk pindah membuat nama pembalap makin moncer.
  • Namun, legenda balap jet darat juga pernah dinilai ''salah pindah tim'' dalam sejarah F1.

SKOR.id -  Kepindahan pembalap di ajang Formula 1 selalu menimbulkan keriuhan, terutama di antara penggemar jet darat.

Dalam sejarah, terdapat beberapa kepindahan besar yang terjadi di Formula 1. 

Kepindahan Lewis Hamilton dari McLaren ke Mercedes pada 2013 menjadi salah satu kisah yang mencuri headline pemberitaan cukup lama.

Namun, Hamilton berhasil membuktikan kepindahannya sebagai salah satu keputusan terbaik dalam kariernya, dengan raihan enam gelar juara dunia dari tujuh koleksi yang telah ia raih.

Selain itu, kepindahan Sebastian Vettel dari Red Bull ke Ferrari pada tahun 2015. Meski tak lagi pernah meraih juara dunia, namun kepindahan Vettel cukup sensasional.

Tak hanya kisah cemerlang, kepindahan pembalap juga kerap dinilai sebagai "kegagalan."

Skor Indonesia merangkum nama-nama besar legenda Formula 1 yang disebut "salah pindah tim" dalam sejarah balap jet darat ini.

1. Fernando Alonso : Ferrari ke McLaren pada tahun 2015

Sang juara dunia dua kali, Fernando Alonso, muncul sebagai pembalap berbakat di era Michael Schumacher.

Pada saat menjadi rookie, Alonso langsung sorotan sebagai pembalap yang memiliki potensi kompetitif, bahkan hingga usianya yang tak lagi muda pada era sekarang.

Kapabilitasnya ketika melawan pembalap-pembalap muda saat ini tentu tak bisa di pandang sebelah mata. Bahkan, talenta pembalap berpaspor Spanyol ini dianggap sebagai yang terbaik di generasinya.

Namun di balik itu semua, terdapat sebuah masa-masa pahit yang dialami oleh Fernando Alonso khususnya ketika berlabuh ke tim-tim di Formula 1. Alonso sempat membuat "langkah buruk" dalam karirnya di ajang Formula 1.

Sang pembalap membela Ferrari sejak pada tahun 2010, bersaing ketat dan finis di posisi kedua klasemen akhir. Alonso berada di belakang pembalap Red Bull Sebastian Vettel menjadi juara dunia lewat persaingan dramatis.

Namun, perjalanan Alonso di Ferrari memang penuh aral melintang. Sejak musim 2010, Fernando Alonso hanya mengoleksi sebelas kemenangan dalam kurun waktu lima tahun bersama Ferrari.

Hingga akhirnya, Alonso memutuskan berpindah tim ke McLaren pada tahun 2015.

Satu tahun kemudian, keputusan ke McLaren adalah sesuatu banyak dikritik oleh para penggemar. Fernando Alonso mengendarai McLaren yang berjuang dengan mesin Honda yang "sangat mengerikan", masalah mesin menjadi masalah besarbagi mereka.

Hasil terbaik Alonso hanya mampu finis di posisi kesembilan pada F1 2015, plus hanya mencetak poin pada dua seri tahun itu.

2. Jean Alesi : Tyrrell ke Ferrari pada tahun 1991

Jean Alesi merupakan pembalap bertalenta besar dengan nasib kurang apik di sejarah F1. Pembalap asal Prancis mengakhiri kariernya pada musim 2001, setelah 13 tahun berkarir di Formula 1 dengan menorehkan 32 podium dan hanya memenangkan satu balapan.

Andai Alesi membuat sebuah keputusan yang berbeda pada tahun 1990, namanya mungkin akan dikaitkan dengan beberapa para penyandang gelar dunia lainnya.

Alesi yang melakoni debut di F1 bersama Tyrrell pada pertengahan musim 1989 mampu bersaing di jajaran pembalap papan atas, dirinya berada di urutan keempat klasemen pembalap pada tahun perdananya.

Jean Alesi muda langsung menjadi sorotan pada tahun 1991 ketika ia berhasil finish kedua setelah berduel dengan sang legenda Ayrton Senna.

Williams menaruh ketertarikan kepada Alesi muda untuk bisa memakai jasanya pada musim berikutnya. Namun, Ferrari juga tertarik untuk memboyong Alesi.

Alesi sendiri lebih memilih untuk bergabung dengan Ferrari karena di masa kecil dirinya ingin sekali bergabung dengan Ferrari. Ferrari sendiri telah menciptakan mobil yang kuat pada tahun 1990 dan melalui Alain Prost, Ferrari berhasil memenangkan gelar pada tahun itu.

Tetapi, setelah Alesi bergabung dengan Ferrari, tim Kuda Jingkrak selama lima tahun tak bisa menghasilkan satu pun mobil yang bagus.

Alesi sendiri hanya memenangakan satu balapan saja di F1 GP Kanada tahun 1995. Pada periode yang sama. Williams menjadi penantang kuat untuk memenangi kejuaraan melalui FW14, menjadi mobil terbaik di grid pada masa itu.

Bahkan pada tahun 1994 dan 1995, Michael Schumacher berhasil memengkan kejauraan bersama dengan Benetton Williams.

Alesi pun meninggalkan Ferrari dan Schumacher pun bergabung dengan Ferrari pada tahun 1996. Ia hadir di kokpit Benetton Williams saat timnya sedang mengalami masa kemunduran dan hanya menjadi pelengkap papan tengah dalam kejuaraan.

Hingga pada tahun 2001 Alesi memutuskan pensiun pada usia 37 tahun dengan hanya memenangkan satu kali kemenangan Grand Prix saja.

Seandainya pada tahun 1991 dia bergabung dengan Williams mungkin sejarah akan berubah dan namanya mungkin akan dikenang lebih besar.

3. Damon Hill : Williams ke Arrows pada tahun 1997

Damon Hill dikenang sebagai salah satu pembalap F1, meski namanya tak semoncer pembalap lain yang seangkatan dengannya.

Pasca kematian rekan setimnya, Ayrton Senna, pada tahun 1994, Hill dipilih untuk memimpin timnya, Williams. Kerja kerasnya pun membuahkan hasil, pada tahun 1996 dirinya dinobatkan sebagai juara dunia.

Namun secara mengejutkan, Williams memutus kontrak Hill pada tahun 1996 dan digantikan oleh pembalap muda asal Jerman yakni Heinz Harald Frentzen.

Menurut Jurnalis Alex Harmer, performa buruk Hill pada tahun 1995 menjadi faktor utama dirinya di depak dari tim Williams.

Hill secara terpaksa bergabung dengan tim Arrows setelahnya. Ini adalah berita paling mengejutkan F1 pada era 1990-an.

Setelahnya, bisa ditebak. Tim Arrows tak kompetitif dan hanya mencetak satu poin pada pagelaran seri Formula 1 tahun 1996.

Musim 1997 berlangsung dan bukan menjadi musim yang baik bagi Hill. Mobilnya pernah mogok ketika balapan baru berjalan 8 lap, dan Hill sendiri hanya menyelesaikan tiga balapan dan tak mencetak poin satu pun.

Hill nyaris memenangkan balapan pada Grand Prix Hungaria namun mobilnya mengalami masalah di lap terakhir.

Secara keseluruhan bahwa musim 1997 adalah bencana bagi Hill dan itu adalah menjadi salah satu kenangan terburuk yang pernah ada di F1.

4. Jacques Villeneuve : Williams ke British American Racing pada tahun 1999

Jacques Villeneuve merupakan sosok berbeda dengan para driver lain di Formula 1.

Para rookies F1 biasanya merasakan terlebih dahulu perjuangan mengembangkan mobil medioker. Tetapi, Villeneuve menjalani debutnya dengan langsung mengendarai mobil terbaik di grid.

Debut Villeneuve tampak manis bersama Williams, bertengger di posisi kedua klasemen pembalap pada tahun 1996 di belakang rekan setimnya, Damon Hill.

Villeneuve hanya membutuhkan satu tahun untuk berhasil menjuarai gelar dunia. Ia mengalahkan pembalap Ferrari, Michael Schumacher, pada bapalan terakhir.

Tetapi, setelah musim 1998, McLaren dan Ferrari mulai mendominasi kejuaraan. Mereka menjadi tim yang berkembang pesat dan mendominasi musim tersebut.

Akhirnya Villeneuve memutuskan untuk pindah dan bergabung dengan tim British American Racing. Ia ditawari menjadi "bagian dari pengembangan tim masa depan di Formula 1."

Kenyataannya berbeda dengan jargon "Tim masa depan". Tim British American Racing gagal mencetak satu poin pun pada tahun 1999.

Ditambah, selama lima tahun bersama, Villeneuve hanya berhasil naik dua podium saja.

5. Mark Webber : Jaguar ke Williams pada tahun 2005

Kisah Mark Webber di Formula 1 dimulai sejak tahun 2002. Namun, butuh waktu lama baginya hingga ia muncul di podium tertinggi.

Kemenangan pertama Webber di grand prix didapat pada tahun 2009. Ia memenangkan balapan setelah 129 seri yang ia lakoni tanpa kemenangan.

Ini menjadi salah satu penantian terlama untuk kemenangan balapan pertama dalam sejarah F1. Tetapi, kisah ini mungkin berbeda mengambil jalan yang berbeda pada tahun 2005.

Pembalap asal Australia ini tampil mengesankan di musim debutnya bersama Minardi, lalu kemudian pindah ke Jaguar pada tahun 2003.

Dengan konsistensi performanya, Tim Prinsipal Renault, Flavio Briatore, tertarik untuk mengambil jasa Webber pada tahun 2005. Di saat yang sama, Williams juga tertarik untuk memboyong dirinya.

Webber harus bisa memutuskan pilihannya pada akhir tahun 2004. Dia memilih untuk bergabung dengan Williams dan pun mengatakan bahwa keputusan tersebut merupakan kesalahan dalam karirnya, dikutip pemberitaan Guardian pada tahun 2013.

Pada saat itu, Renault tampil apik, khususnya pada tahun 2004. Mereka berhasil memenangi beberapa balapan.

Justru, tim yang dibela Webber, Williams, mengalami kemunduran mulai musim 2005 karena hubungan buruk mereka dengan BMW.

Di Renault, mungkin Webber masih tak mudah untuk memenangkan gelar juara dunia, meningat tahun 2004 dan 2005 adalah era dari Fernando Alonso.

Namun, setidaknya Webber akan lebih banyak mengoleksi poin dan juga beberapa kemenangan atau podium daripada apa yang ia raih bersama Williams.

Webber akhirnya membuat keputusan yang tepat ketika dia bergabung dengan Red Bull pada tahun 2007, dan tahun-tahun terakhirnya bersama Red Bull lebih membuahkan hasil yang manis.

Berita Formula 1 lainnya:

Penyakit Mercedes di F1 2022, Performa Konsisten Tapi Sulit Menang

Sebastian Vettel Pensiun, Fernando Alonso Resmi Gabung Aston Martin pada F1 2023

Carlos Sainz Jr Kecewa Blunder Ferrari di F1 GP Hungaria 2022

Source: The GuardianF1 RacingThe Racef1-insider.com

RELATED STORIES

Toto Wolff: Porpoising Memicu Kerusakan Otak Lewis Hamilton

Toto Wolff: Porpoising Memicu Kerusakan Otak Lewis Hamilton

Toto Wolff meyakini bahwa porpoising jangka panjang akan mengancam kesehatan otak para pembalap F1 termasuk Lewis Hamilton.

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Cabor Esports di SEA Games 2025. (Grafis: Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Esports

SEA Games 2025: Indonesia Tambah Perak dan Perunggu dari Free Fire

Indonesia gagal meraih medali emas dan hanya berhasil meraih medali perak dan perunggu di nomor free fire cabor esports.

Gangga Basudewa | 18 Dec, 15:36

Cover SEA Games 2025 Thailand. (Grafis: Deni Sulaeman/Skor.id)

Other Sports

Target 80 Medali Emas di SEA Games 2025 Tercapai, Menpora Erick Thohir Apresiasi Perjuangan Para Atlet

SEA Games 2025 masih tersisa beberapa hari, kontingen Indonesia sudah berhasil memenuhi target awal yang dicanangkan.

Teguh Kurniawan | 18 Dec, 15:20

tim voli putra indo

Other Sports

Timnas Voli Putra Indonesia ke Final SEA Games 2025, Siap Ulang Rekor 32 Tahun Lalu

Kalahkan Vietnam lewat pertarungan sengit, Timnas Voli Putra Indonesia amankan tiket final SEA Games 2025.

Teguh Kurniawan | 18 Dec, 14:48

FC Mobile Luncurkan Komentator Bahasa Indonesia. (Grafis: Deni Sulaeman/Skor.id)

Esports

EA Sports FC Mobile Hadirkan Komentar Berbahasa Indonesia di In Game

Fitur komentator Indonesia kini sudah tersedia di EA SPORTS FC Mobile untuk seluruh pemain di perangkat iOS dan Android.

Nizar Galang | 18 Dec, 12:01

voli di sea games 2025

Other Sports

Voli SEA Games 2025: Jadwal, Hasil, dan Klasemen

Jadwal, hasil, dan klasemen cabor voli indoor di SEA Games 2025 yang terus diperbarui selama berjalannya event.

Teguh Kurniawan | 18 Dec, 11:51

Timnas futsal putri Vietnam vs Timnas futsal putri Indonesia dalam perebutan medali emas futsal putri SEA Games 2025 di Thailand pada 18 Desember 2025. (Kevin Bagus Prinusa/Skor.id)

Futsal

Dihajar Vietnam, Timnas Futsal Putri Indonesia Harus Puas Raih Medali Perak SEA Games 2025

Hasil dan jalannya pertandingan perebutan medali emas futsal putri SEA Games 2025 pada Kamis (18/12/2025) petang.

Taufani Rahmanda | 18 Dec, 11:15

Jungler Team Liquid PH, KarlTzy. (Grafis: Yudhy Kurniawan/Skor.id)

Esports

Raih Medali Emas, Pemain MLBB Filipina Sempat Kecewa Saat Hadapi Indonesia

Karltzy kecewa dengan susunan pemain Timnas MLBB Putra Indonesia yang mengalami perubahan di tengah jalan.

Gangga Basudewa | 18 Dec, 09:53

Blue Protocol: Star Resonance. (Hao Play)

Esports

Blue Protocol: Star Resonance, MMORPG Anime Resmi Hadir di PC dan Mobile

HaoPlay Limited secara resmi meluncurkan Blue Protocol: Star Resonance pada Kamis, 18 Desember 2025, pukul 10.00 WIB (UTC+7).

Gangga Basudewa | 18 Dec, 07:38

Pelatih Timnas Putri Indonesia, Akira Higashiyama.

Timnas Indonesia

Nyaris Bawa Pulang Medali, Pelatih Timnas Putri Indonesia Tegaskan Target ke Piala Dunia Wanita

Pelatih Timnas putri Indonesia, Akira Higashiyama, soal sepak bola putri SEA Games 2025 dan kaitkan ke Piala Dunia Wanita.

Taufani Rahmanda | 18 Dec, 07:28

Ilustrasi cabang olahraga panahan pada SEA Games 2025 di Thailand. (Deni Sulaeman/Skor.id)

Tim Compound Putri Indonesia Akhiri Penantian 12 Tahun di SEA Games 2025

Ini medali emas pertama tim compound putri Indonesia sejak terakhir kali diraih di SEA Games Naypyidaw 2013.

Gangga Basudewa | 18 Dec, 06:48

Load More Articles