Sania Mirza, Menginspirasi Perempuan Asia Lewat Tenis

Aditya Fahmi Nurwahid

Editor: Aditya Fahmi Nurwahid

Sania Mirza Tenis
Sosok legenda tenis India, Sania Mirza (Dok. Dede Mauladi/Skor.id).

SKOR.id - Peringkat 1 Dunia WTA dan enam kali juara Grand Slam, Sosok Sania Mirza mengubah citra petenis perempuan dari Asia Selatan.

Legenda tenis India Sania Mirza telah mendominasi dunia tenis untuk waktu yang sangat lama. Ia adalah salah satu ratu tenis dunia, terutama di sektor ganda putri dan ganda campuran.

Sania Mirza memang telah pensiun pada Februari 2023 lalu. Namun Ia meninggalkan legacy yang besar bagi tenis Asia: mantan peringkat 1 dunia WTA dan enam gelar grandslam telah diraihnya.

Kisah sukses Sania Mirza adalah salah satu bukti kegigihan dan upaya untuk mengasah bakat, menghancurkan stereotip bahwa Asia Selatan tidak dapat menghasilkan bintang tenis wanita hingga sosoknya memenangkan grand slam untuk negaranya.

Dari Hyderabad ke Wimbledon

Sania Mirza adalah petenis paling terkenal di India. Pemain tenis yang lahir dari keluarga Muslim kelas menengah di Hyderabad ini memiliki perjalanan yang luar biasa.

Sania yang lahir pada 15 November 1986 pertama kali mendapat raket tenis saat berusia enam tahun. Krishna Bhupathi, ayah dari pemain tenis Mahesh Bhupathi, adalah mentor pertamanya. Dia kemudian mempelajari permainan tenis dari Roger Anderson, mentornya.

Sania lalu memulai sekolahnya pada usia 12 tahun di bawah asuhan ayahnya, Imran Mirza. Imran bahkwan nyaris meninggalkan karier jurnalistiknya demi mengejar ambisi putrinya sebagai petenis kelas dunia.

Imran terus mendampingi Sania Mirza menunjukkan kilasan keunggulan di lapangan. Hingga pada tahun 2003, sang anak memenangkan Kejuaraan Junior Wimbledon yang bergengsi.

Dikutip dari Hindustan Times, hari-hari awal Sania Mirza dalam berlatih adalah hari-hari yang berat. Imran harus merogoh kocek dalam untuk membiayai putrinya, sama dengan sang anak yang bercucuran keringat di lapangan.

Cahaya terang muncul ketika sebuah perusahaan atletik terkenal membiayai pelatihannya, menghilangkan sebagian tekanan dari orang tua Sania. 

Sania Mirza telah menebus kesalahannya dengan menjadi salah satu brand ambassador dari brand tersebut hingga usianya masuk ke level profesional.

Bergelimang prestasi

Sania ternyata memulai karirnya sebagai pemain tunggal, tetapi kemudian beralih ke ganda karena lebih cocok dengan permainannya. 

Pada 2009, dia mengamankan grand slam pertamanya, Australia Terbuka, bersama Mahesh Bhupathi. Sebelumnya, pada tahun 2005, ia dinobatkan sebagai "Pendatang Baru Terbaik Tahun Ini" oleh Asosiasi Tenis Wanita (WTA).

Kemenangan demi kemenangan membawa Sania menjadi atlet wanita India pertama yang memenangkan turnamen tenis senilai lebih dari $1 juta dolar. 

Sejak 2003, ia juga menjadi pemain wanita India peringkat teratas. Sania telah memenangkan 27 gelar WTA sepanjang kariernya, empat gelar ganda ITF, satu gelar WTA, serta empat belas gelar tunggal ITF.

Prestasi tersebut membawa Sania Mirza menerima Penghargaan Arjuna pada tahun 2004. Sosoknya menjadi merupakan petenis kedua yang menerima Rajiv Gandhi Khel Ratna pada tahun 2015, setelah Leander Paes. 

Pada tahun 2005, majalah Time menobatkannya sebagai salah satu dari “50 Pahlawan Asia."

2 Laga Terbaik, melawan Serena Williams dan Juara Wimbledon

Sania Mirza sudah menjadi bintang yang sedang naik daun saat tampil di Grand Slam perdananya, Australia Open 2005.

Masuk dari wild card, Ia membawa nama India melaju, mengalahkan Cindy Watson (Australia) dan Petra Mandula (Hungaria).

Namun, perayaan sesungguhnya muncul di putaran ketiga, melawan salah satu ratu tenis dunia, Serena Williams .

Menghadapi ikon Amerika, pemenang Grand Slam enam kali saat itu, Sania yang masih dicap pemain muda India itu menelan kekalahan.

Sania Mirza kalah telak pada set pertama, 1-6. Tetapi, Ia menampilkan permainan keras pada set kedua, sering membuat Serena frustrasi dengan upayanya yang tanpa henti untuk mempertahankan bola dalam permainan.

Meskipun Sania kalah pada set kedua 4-6, namun petenis India berusia 18 tahun tersebut berdiri tegak dan bermain tenis tanpa rasa takut melawan raksasa seperti Serena Williams. Pertandingan ini membawa inspirasi bagi lebih banyak orang di India.

Bagi sebagian besar penggemar tenis di India, itu adalah hari ketika Sania Mirza bertumbuh, dari petenis muda biasa menjadi bakat yang sedang berkembang.

"Itu memberi saya tingkat kepercayaan diri yang berbeda, untuk bersaing dengan yang terbaik dan menjadi salah satu yang terbaik. Jika saya bisa bersaing dengan Serena, saya bisa bersaing dengan siapa pun," kata Sania dikutip dari laman Olympics.org.

Pertandingan kedua Sania Mirza yang menginspirasi adalah puncak performa pasangan Santina, Sania Mirza dan Martina Hingis.

Duo India-Swiss itu, sepanjang tahun berikutnya, memenangkan tiga Grand Slam. Wimbledon 2015 menjadi yang pertama, dan bagaimanapun adalah yang spesial.

Santina melaju ke final dengan memenangkan semua pertandingan mereka dalam set langsung, sebelum bertemu dengan petenis Rusia, Ekaterina Makarova/Elena Vesnina.

Keempat pemain bertanding hingga titik darah penghabisan. Rusia merebut set pertama 7-5, sebelum Santina menyamakan kedudukan, memenangkan set kedua 7-6 melalui tie break.

Set penentuan berlangsung dramatis. Pasangan Rusia memimpin 4-1, tetapi Sania dan Hingis melawan kembali untuk menyamakan kedudukan menjadi 5-5. 

Sania/Hingis akhirnya merebut gelar juara lewat pertandingan selama dua setengah jam dengan kemenangan 7-5 di set terakhir.

“Untuk banyak alasan itu adalah salah satu momen paling spesial dalam karir saya karena itu seperti menonton film di mana pada akhirnya Anda tahu bahwa sang pahlawan akan menang. Tapi Anda tetap menontonnya kan? Dan Anda masih gugup memikirkan itu apakah itu akan terjadi?" kata Sania.

Perjuangan berlanjut di Royal Challengers Bangalore

Kini, Sania Mirza menjadi mentor dari Royal Challengers Bangalore (RCB) di Women's Premier League. Ia masuk ke liga kriket wanita.

“Saya ingin membantu generasi atlet berikutnya, terutama atlet wanita muda,” kata Sania dalam perkenalan.

Sania Mirza ingin menginspirasi lebih banyak perempuan, sama seperti yang ia lakukan soal menyetarakan hadiah untuk atlet wanita dan pria. Ia ingin setiap atlet wanita muncul sebagai sosok juara.

"Tugas kita sebagai seorang atlet adalah untuk menginspirasi generasi berikutnya. Sang juara adalah mereka yang tidak selalu menang, tetapi selalu mermental pemenang," kata Mirza.

Sania Mirza adalah satu-satunya, sampai saat ini, petenis terbaik di India. Tidak ada pemain tunggal dari India, wanita atau pria, yang mendekati peringkat tunggal tertinggi karir Mirza tahun 2007 di peringkat 27 dunia sejak saat itu. Tidak ada pemain tunggal putri dari India yang berkompetisi di undian utama Grand Slam sejak Mirza di Australia Open 2012.

RELATED STORIES

5 Petenis Cantik yang Telah Pensiun

5 Petenis Cantik yang Telah Pensiun

Para petenis putri cantik yang telah pensiun dan tetap memesona.

3 Petenis Putra Generasi 2000-an yang Diproyeksi Bersinar di Masa Depan

Carlos Alcaraz yang baru 18 tahun masuk jajaran petenis muda yang diproyeksi bersinar di masa depan.

Skor co creators network
RIGHT_ARROW
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
PLAY_ICON
RIGHT_ARROW

THE LATEST

Otoritas MotoGP resmi mendepak Tim RNF dari grid MotoGP 2024. (Dede Mauladi/Skor.id)

Update Rider Market MotoGP: Problem Ducati Paling Kompleks

Berikut ikhtisar terkini segala sesuatu yang mungkin terjadi di grid MotoGP 2025.

Tri Cahyo Nugroho | 18 Apr, 22:04

Cover Piala Asia U-23 2024. (Hendy Andika/Skor.id)

Timnas Indonesia

Piala Asia U-23 2024: Jadwal, Hasil dan Klasemen Lengkap

Jadwal, hasil, dan klasemen Piala Asia U-23 2024, yang terus diperbarui seiring berjalannya turnamen.

Taufani Rahmanda | 18 Apr, 17:53

Timnas U-23 Indonesia.

Timnas Indonesia

Di Hadapan Suporter, Rizky Ridho Bicara Lawan Yordania di Piala Asia U-23 2024

Timnas U-23 Indonesia baru saja sukses menaklukkan Australia U-23 dengan skor 1-0 di penyisihan Grup A.

Sumargo Pangestu | 18 Apr, 17:31

New Balance 530 "Dark Olivine" kini sudah bisa dibeli di pasaran. (M. Yusuf/Skor.id)

Culture

New Balance 530 Hadir dengan Warna ‘Dark Olivine’

Perbedaan material yang ditampilkan New Balance 530 “Dark Olivine” juga sangat menonjol.

Tri Cahyo Nugroho | 18 Apr, 16:50

Sirkuit Brooklands Motor Course lebih terkenal karena tewasnya Percy Lambert. (M. Yusuf/Skor.id)

Culture

Hantu Pembalap Ikonik Bikin Seram Sirkuit Brooklands Motor Course

Hantu ikon balap yang tewas kabarnya masih menghantui Brooklands Motor Course di Surrey, Inggris.

Tri Cahyo Nugroho | 18 Apr, 16:40

Rafael Nadal

Tennis

Rafael Nadal: Menyakitkan Tersingkir Cepat dari Barcelona Open 2024

Petenis Rafael Nadal menyampaikan perpisahan dengan turnamen Barcelona Open usai kalah dari Alex de Minaur di babak kedua.

I Gede Ardy Estrada | 18 Apr, 16:32

Apel dan pisang terbukti sama-sama bagus untuk sarapan, tinggal menyesuaikannya dengan kegiatan dan kebutuhan nutrisi Anda. (M. Yusuf/Skor.id)

Culture

Pisang atau Apel, Ini yang Lebih Baik untuk Sarapan

Apel dan pisang adalah dua buah yang sangat bergizi dan pilihannya lebih bersifat pribadi berdasarkan tujuan nutrisi Anda.

Tri Cahyo Nugroho | 18 Apr, 16:29

Liga TopSkor

Alumni Liga TopSkor, Komang Teguh Tentukan Kemenangan Timnas U-23 Indonesia atas Australia U-23

Komang Teguh tercatat sudah mencetak dua gol untuk Timnas U-23 Indonesia di tahun ini.

Sumargo Pangestu | 18 Apr, 16:15

F1 GP Cina 2024

Formula 1

Jadwal F1 GP Cina 2024: Charles Leclerc Yakin Ferrari Makin Dekat dengan Red Bull

Charles Leclerc melihat F1 GP Cina jadi kesempatan Ferrari mendekati kecepatan Red Bull Racing yang masih tampil dominan di lintasan.

Arin Nabila | 18 Apr, 16:07

Kiper Real Madrid, Andiry Lunin, menjadi bintang dalam laga kedua perempat final lawan Manchester City. (Dede Sopatal Mauladi/Skor.id).

World

Jadi Pahlawan Real Madrid di Liga Champions, Andriy Lunin Kelelahan

Penjaga gawang Real Madrid, Andriy Lunin, mengaku kelelahan setelah membantu timnya mengalahkan Man City di Liga Champions.

Pradipta Indra Kumara | 18 Apr, 16:02

Load More Articles